Puisi Amir Hamzah

Amimr Hamzah


Puisi Amir Hamzah, bagaimanakah puisi Amir Hamzah? Dari banyaknya Puisi-puisi Amir Hamzah yang sudah dibukukan, Bagi saya pribadi, hanya ada satu puisi yang sangat berkesan bagi saya sebagai seorang pembaca, penulis, dan pemerhati sastra, ialaha puisi Amir Hamzah yang bertajuk "Padamu Jua". 

Saya mengetahui dan mengagumi puisi Amir Hamzah berjudul "Padamu Jua", sejak SMA. dan yang paling berkesan adalah saat berlatih baca puisi untuk apresiasi sastra, saya baca berulang kali, saya baca sambil menghayati, dan saya membaca dengan membayangkan  setiap diksinya, setiap kata-katanya, dan akhirnya saya seperti menemukan perjalanan spiritual yang berbeda dari sebelumnya. 

Tubuh saya seperti merasakan kekuatan yang hebat, hati bergetar, jantung kuat berdebar, mata berkaca-kaca, suara parau, gerak ringan, tubuh hampir melayang. 

Puisi Amir Hamzah, merupakan bukti bahwa puisi adalah bagian dari kebutuhan spiritual setiap orang, sampai saat ini, puisi-puisi Amir Hamzah masih relevan dengan keadaan zaman sekarang, dan akan selalu seirama di masa yang akan datang. 

PUISI AMIR HAMZAH

Buku Puisi Njanji Soenji Amir Hamzah



Berikut Ini adalah kumpulan puisi Amir Hamzah yang diambil dari buku kumpulan puisi Njanji Soenji (1937), puisi Amir Hamzah dengan judul; Padamu Jua, Hanyut Aku, Doa Moyangku, Sunyi Itu Duka, Barangkali, Hanya Satu, Permainanmu, Turun Kembali, Karena Kasihmu, Sebab Dikau, dan Doa.


Padamu Jua


Habis kikis
segala cintaku hilang terbang
pulang kembali aku padamu
seperti dahulu.

Kaulah kandil kemerlap
pelita jendela di malam gelap
melambai pulang perlahan
sabar, setia selalu.

Satu kekasihku
aku manusia
rindu rasa
rindu rupa.

Di mana engkau
rupa tiada
suara sayup
hanya kata merangkai hati.

Engkau cemburu
engkau ganas
mangsa aku dalam cakarmu
bertukar tangkap dengan lepas.

Nanar aku, gila sasar
sayang berulang padamu jua
engkau pelik menarik ingin
serupa dara di balik tirai.

Kasihmu sunyi
menunggu seorang diri
lalu waktu - bukan giliranku
mati hari - bukan kawanku ...


Sumber: Nyanyi Sunyi (1937)


Hanyut Aku


Hanyut aku, kekasihku!
Hanyut aku
Ulurkan tanganmu, tolong aku.
Sunyinya sekelilingku!
Tiada suara kasihan, tiada angin mendingin
tiada air menolak ngelak
Dahagaku kasihmu, hauskan bisikmu, mati aku sebabkan diammu.
Langit menyerkap, air berrepas tangan, aku tenggelam. Tenggelam dalam malam.
air diatas mendidih keras.
Bumi didawah menolak keatas.
Mati aku, kekasihku, mati aku!


Doa Moyangku


Poyangku rata meminta sama
semoga sekali aku diberi
memetik kecapi, kecapi firdausi
menampar rebana, rebana swarga.

Poyangku rata semua semata
penabuh bunyian kerana suara
suara sunyi suling keramat.

Kini rebana di celah jariku
tari tamparku membangkit rindu
kucoba serentak genta genderang
memuji kekasihku di mercu lagu.

Aduh, kasihan hatiku sayang
alahai hatiku tiada bahagia
jari menari doa semata
tapi hatiku bercabang dua.

Sumber: Nyanyi Sunyi (1937)


Sunyi Itu Duka


Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus


Barangkali


Engkau yang lena dalam hatiku
Akasa swarga nipis-tipis
Yang besar terangkum dunia
kecil terlindung alis

Kujunjung di atas hulu
Kupuji di pucuk lidah
Kupangku di lengan lagu
Kudaduhkan di selendang dendang

Bangkit Gunung
Buka mata-mutira-mu
Sentuh kecapi lirdusi
Dengan jarimu menirus halus

Biar siuman dewi-nyanyi
Gambuh asmara lurus lampai
Lemah ramping melidah api
Halus harum mengasap keramat

Mari menari dara asmara
Biar terdengar swara swarna
Barangkali mati di pantai hati
Gelombang kenang membanting diri


Hanya Satu


Timbul niat dalam kalbumu
Terban hujan, ungkai badai
Terendam karam
Runtuh ripuk  tamanmu rampak

Manusia kecil lintang pukang
Lari terbang jatuh duduk
Air naik tetap terus
Tumbang bungkar pokok purba

Teriak riuh redam terbelam 
Dalam gegap gempita guruh
Kilau kilat membelah gelap
Lidah api menjulang tinggi

Terapung naik jung bertudung
Tempat berteduh nuh kekasihmu
Bebas lepas lelang  lapang
Di tengah gelisah, swara sentosa

***

Bersemayam sempana di jemala gembala 
Duriat  jelita bapakku Ibrahim
Keturunan intan dua cahaya
Pancaran putera berlainan bunda .

Kini kami bertikai pangkai
Di antara dua, mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengah langsung melewat abad.

Aduh kekasihku
Padaku semua tiada berguna
Merasa dikau dekat rapat
Serupa Musi di puncak Tursina


Permainanmu


Kaukeraskan kalbunya
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkaimu bertongkat urat 
Ditunjang pengacara petah pasih

Dihadapanmu lawanmu
Tongkatnya melingkar merupa ular 
Tangannya putih, putih penyakit 
Kekayaanmu nyata,terlihat terang

Kekasihmu ditindasnya terns 
Tangan,tapi tersembunyi 
Mengunci bagi paten
Kalbu ratu rat rapat

Kaupukul raja-dewa
Sembilan cambuk melecut dada 
Putera-mula peganti diri
Pergi kembaii ke asal asli

Bertanya aku kekasihku
Permainan engkau permainkan
Kautulis kaupaparkan 
Kausampaikan dengan lisan

Bagaimana aku menimbang 
Kaulipu lipatkan
Kaukelam kabutkan
Kalbu ratu dalam genggammu 

Kauhamparkan badan
Ditubir bibir pantai permai
Raja ramses penaka durjana
Jadi tanda di hari muka

Bagaimana aku menimbang
Kekasihku astana sayang
Ratu restu telaga sempurna
Kekasihku mengunci hati
Bagi tali disimpul mati.


Turun Kembali


Kalau aku dalam engkau
Dan engkau dalam aku
Adakah begini jadinya
Aku hamba engkau penghulu?

Aku dan engkau berlainan
Engkau raja, maha raya
Cahaya halus tinggi mengawang
Pohon rindang menaung dunia

Di bawah teduh engkau kembangkan
Aku berhenti memati hari
Pada bayang engkau mainkan
Aku melipur meriang hati

Diterangi cahaya engkau sinarkan
Aku menaiki tangga mengawan
Kecapi firdusi melena telinga
Menyentuh gambuh dalam hatiku

Terlihat ke bawah.
Kandil kemerlap
Melambai cempaka ramai tertawa
Hati duniawi melambung tinggi
Berpaling aku turun kembali.


Karena Kasihmu


Karena kasihmu
Engkau tentukan waktu
Sehari lima kali kita bertemu

Aku anginkan rupamu
Kulebihi sekali
Sebelum cuaca menali sutera

Berulang-ulang kuintai-intai
Terus-menerus kurasa-rasakan
Sampai sekarang tiada tercapai
Hasrat sukma idaman badan

Pujiku dikau laguan kawi
Datang turun dari datuku
Diujung lidah engkau letakkan
Piatu teruna ditengah gembala 

Sunyi sepi pitunang poyang
Tadak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melangsing
Haram gemerencing genta rebana

Hatiku, hatiku
Hatiku sayang tiada bahagia
Hatiku kecil berduka raya
Hilang ia yang dilihatnya.


Sebab Dikau


Kasihkan hidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku

Hidup seperti mimpi
Laku lakon di layar terkelar
Aku pemimpi lagi penari
Sedar siuman bertukar-tukar

Maka merupa di datar layar
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikut
Dua sukma esa-mesra

Aku boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang

Golek gemilang ditukarnya pula
Aku engkau di kotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Penyelang dalang mengarak sajak.


Doa


Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?
Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik,
setelah menghalaukan panas payah terik
Angin malam menghembus lemah, menyejuk badan, melambung
rasa menanyang pikir, membawa angan ke bawah kursimu.
Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.
Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap-malam menyirak kelopak
Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku sendu, biar berbinar gelakku rayu


Tentang Amir Hamzah 

Amir Hamzah dikenal sebagai penyair dan sastrawan. Bahkan ia ikut sebagai pelopor sastrawan Angkatan Pujangga Baru. Dia juga dikenal sebagai raja penyair Angkatan Pujangga Baru. Pada tahun 1933 ia menerbitkan majalah Pujangga Baru bersama Sutan Takdir Alisyahbana dan Amir Pane.

Tengku Amir Hamzah dilahirkan di Tanjung Pura, Sumatera Utara, pada tanggal 28 Pebruari 1911. Ia keturunan bangsawan dan ada hubungan keluarga dengan Sultan Langkat. Setelah menamatkan Sekolah Dasar (HIS), ia melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Menengah Pertama (MULO) di Medan dan kemudian pindah ke Jakarta. Sesudah tamat dari MULO ia meneruskan ke Sekolah Menengah Atas (AMS) bagian A atau sastra di Solo. Dari AMS ia melanjutkan pendidikan pada Rechts Hoge School (Sekolah Hukum Tinggi) di Jakarta. Pelajaran diikuti hanya sampai Sarjana Muda.

Lebih lengkap lagi terkait Biografi Amir Hamzah dapat dibuka di laman blog ini dengan judul "Biografi Amir Hamzah"


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Puisi Amir Hamzah "

Posting Komentar

tulis komentar anda yang paling keren di sini

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel