Benda-benda Puitis yang Dipakai Penyair untuk Menulis Puisi

Oleh: Ihsan Subhan
Ilustrasi Bulan Purnama

Segala benda, yang hidup atau yang tak bergerak. Bulan, bintang, pohon, batu, tanah, dinding, lantai, bunga, rumput, dan benda yang lainnya, dapat diubah menjadi susunan kata yang puitis oleh seorang penyair. Apalagi jika tema yang ditulisnya itu adalah tema alam sekitar. 

Menyoal tentang sifat-sifat benda tersebut, dan menjadikan ia hidup. Seperti dalam teori kebahasaan – majas personifikasi misalnya. Majas tersebut selalu dipakai oleh penyair sebagai pemanis dan penguat estetika dalam menulis puisi. “kerikil di jalan raya / tengah gelisah / Terinjak meninggalkan jejak yang ngilu / Seperti kepedihanku”. 

Penggalan puisi tadi merupakan puisi yang disentuh oleh majas personifikasi; benda-benda mati tetapi memiliki sifat seperti manusia. Sehingga puisi ketika dibaca tidak monoton, dan nyaman ketika dibaca sebagai bahan perenungan. Akan berbeda jika puisi tidak memakai majas, biasanya hambar. Seperti penggalan puisi berikut “aku sedih / aku tidak bisa apa-apa / dan gelisah”. penggalan puisi tersebut, masih terlihat jujur. Jujur sekali. Ketika kita membacanya, tidak akan menemukan kesan puitis, dan biasa-biasa saja. Seperti curhat. 

Begitu apik dan indahnya, seorang penyair membuat kata-kata menjadi lebih kuat dengan perumpamaan dan atau dengan menggunakan majas-majas lainnya, sebagai penunjang estetika dalam sebuah puisi. 

Di dunia ini, banyak sekali benda-benda yang mampu membuat sebuah puisi menjadi lebih seksi. 

Bulan, 
di mana engkau
baru satu purnama kita bertemu
Setelahnya engkau habis 
dimakan hujan dan hitam awan

Seperti penggalan puisi saya di atas. Nama benda yang dianggap puitis yang diambil oleh penyair tersebut, adalah bulan. Diksi ‘bulan’ dapat memiliki pemaknaan yang ganda. Bisa nama seorang perempuan, atau bisa pula bulan yang sebenarnya, tetapi mengarah kepada tingkah manusia. 

Nama-nama benda lainnya, akan turut masuk dan berkembang dalam bait bait puisi yang akan dibuat. Tetapi kita pun harus berhati-hati dalam memilih diksi. Meski puisi bersifat imajinatif atau memiliki fantasi yang tinggi. Akan tetapi harus juga terarah dengan logika yang baik. Sehingga kandungan maknanya pun akan logis, arahnya akan lebih jelas. 

Menulis puisi sebenarnya mudah. Tidak ada puisi yang buruk. Semuanya indah. Tetapi jika kita memakai kecerdasan dalam mengolah dan menyusun diksi-diksinya sesuai dengan rasa, selera, rima, dan sebagainya. Maka puisi akan mengalir dan nyaman serta nikmat untuk dibaca. 

Alur pun menjadi pertimbangan dalam menulis puisi. Ada pula puisi yang dari bait pertama sampai akhir tidak nyambung. Itu mungkin karena penulis terlunta-lunta dalam menulis. Ketika tujuan yang akan ditulisnya sudah ada, tiba-tiba dipertengahan jalan jadi tidak beraturan. Tangga dramatikal pun menjadi alasan, kenapa puisi dari bait ke bait harus beraturan. Tiada lain sebagai ritme yang pada akhirnya akan terasa klimaknya. 

Kata-kata benda di dunia ini, ternyata selalu saja dapat di susun dengan rapi. 

Gelas, teko, dan air minum 
Yang disajikan 
Di atas meja kenangan
Bersinar terang
Seperti ada lampu 
Terpasang rapi 
Di sanalah 
Kuteguk rindu begitu padu 

Penggalan puisi yang saya tulis di atas, banyak mengandung unsur benda-benda mati, yang masuk dalam puisi, dan bisa menjadi hidup dan berpadu dengan kata lainnya. Sehingga puisi bisa menjadi lebih indah. (**)

*Ihsan Subhan, menulis esai, opini, dan puisi di beberapa media lokal maupun nasional. Puisi-puisinya terekam di puluhan Buku Antologi Puisi Bersama Sastrawan Indonesia dan Asia Tenggara. Buku antologi puisi tunggal pertamanya bertajuk “Festival Cahaya”.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Benda-benda Puitis yang Dipakai Penyair untuk Menulis Puisi "

Posting Komentar

tulis komentar anda yang paling keren di sini

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel