Makan Hati, Sampah Makanan Makin Meninggi, Coba Lakukan Ini

Oleh: Ihsan Subhan
Sampah Makanan
Ilustrasi sampah makanan (foodinsight.org)




Jika dihitung-hitung dan ditumpuk di satu titik tempat, nampaknya sampah makanan yang sering kita makan (Food Waste ), akan menjadi semacam gunung baru yang menjulang tinggi, yang diciptakan sendiri oleh manusia. Baik secara sadar atau tidak sadar, mulai dari sampah yang dibuang masyarakat secara sembarangan, sampai dengan sampah yang kita buang pada tempatnya.

Sebenarnya ada lagi sampah yang membuat kampung tercemar dahsyat sampai-sampai orang yang mencemari wilayah dan dirinya sendiri itu harus segera bertaubat. Yaitu sampah masyarakat. Iya kan?

Kembali menyoal sampah yang tak pernah kunjung habis setiap harinya, sudah kita ketahui bersama, ini akan sangat sulit jika tidak ditangani dengan penuh kesabaran dan kesadaran. Meskipun pemerintah sudah membuat sistem pengelolaan atau aturan yang ditetapkan, bahkan ada denda atau hukuman bagi masyarakat yang melanggarnya, tetap saja sampai tidak akan pernah sirna di muka bumi ini.

Sudah jelas-jelas aturan tersebut tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2008 tentang “Pengelolaan Sampah”. Di sana jelas tertuang aturan main dari pemerintah pusat, hingga kebijakan pengelolaannya ke tingkat daerah. Bahkan kebijakan otonomi daerah sudah sampai mengerucut ke tingkat Desa atau Kelurahan.

Lagi-lagi ini akan selalu menjadi PR besar yang harus terus menerus dilakukan oleh berbagai pihak. Tidak hanya Pemerintah, masyarakat pun harus turut bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah.

Indonesia Salah Satu Penghasil Sampah Makanan Terbesar 

Dari data yang terhimpun, Indonesia sudah terkategorikan sebagai salah satu penghasil sampah terbesar di dunia. Dari 100% jenis sampah, 40% sampah lainnya adalah sampah dari makanan. Cukup banyak bukan sampah dari sisa makanan tersebut?
Gunungan Sampah Makanan
Ilustrasi gunungan sampah makanan (uzone.id)



Selain itu Economic Intelligence Unit (EIO) telah mencatat, bahwa Indonesia merupakan negara penghasil sampah makanan terbesar ke-dua dengan berat 300 Kg/tahun per kapita

Dari sumber lain, angka yang lebih tinggi ditunjukan UNEP Food Waste Index 2021, bahwa jumlah sampah makanan secara global telah mencapai 931 juta ton pada tahun 2019.

Sungguh sangat memprihatinkan, Jika setelah mengetahui angka peningkatan sampah dari makanan sudah menumpuk setinggi itu, dan kita hanya diam saja? tidak berbuat apa-apa? 

Meskipun Pemerintah saat ini tengah gencar melakukan campaign terkait ‘Indonesia  Bebas dari Sampah Makanan’ dan membuat tindakan lain dalam pencegahannya.  Namun kita juga sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya membantu meringankan beban negara dengan melakukan sesuatu yang kita bisa.

Tidak hanya itu dengan sikap yang optimis, pemerintah Indonesia pun menargetkan pengurangan sampah di angka 30% dan 70% pada tahun 2025, termasuk di dalamnya adalah sampah makanan. Dalam RPJMN 2020-2024 pun, pemerintah telah memprioritaskan pengurangan sampah makanan, dan ini sudah jelas disampaikan langsung Direktur Lingkungan Hidup, BAPPENAS.

Meski Susah Susah Mudah, Ini Langkah yang Indah

Terkait Penanganan dalam mengatasi pengurangan sampah makanan, hal ini sebaiknya dan seharusnya musti diatasi dengan sedikit demi sedikit mengubah pola gaya hidup masyarakat, dan ini memang akan berimbas pada culture atau tradisi masyarakat yang nantinya akan secara rutin membiasakan diri meminimalisir untuk mengkonsumsi makanan yang sedikit limbah atau bekasnya. Misal, seseorang yang tadinya memiliki kebiasaan membeli makanan dengan kuota besar setiap harinya. Maka, sebaiknya dikurangi dengan membeli makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Aneka jajanan khas Bandung
Jajanan/Makanan di Bandung (berbagai sumber/net)



Orang-orang mungkin awalnya akan sedikit terbebani dengan gaya hidup yang biasanya konsumtif lalu berubah menjadi efektif. Namun sebaiknya ini harus dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap. Sebagai contoh; yang tadinya membeli cilok dua bungkus, berubah menjadi satu bungkus. Yang asalnya sering terbiasa membeli dua bungkus awug dan kue balok, diubah menjadi satu bungkus. Yang biasanya membeli surabi dua paket, berubah menjadi satu paket saja

Tidak hanya itu juga, ternyata akan sangat membantu pengurangan sampah makanan, jika kita membeli makanan namun tidak dibawa ke rumah atau tidak dibungkus. Tetapi kita cukup memakannya di tempat penjual makanan tersebut. Selain menghemat penggunaan pengeluaran wadah/bungkus bagi penjual, akan sangat membantu juga dalam meminimalisir sampah makanan. Tetapi jangan lupa juga, makanan yang kita makan pun harus habis masuk ke perut. Sebab lain hal lagi, bila kita menyisakan makanan di tempat makan tersebut. Maka sampah pun akan bertambah. Karena sudah dipastikan akan terbuang.

Begini Jika Gaya Hidup Berubah, dan Sampah Makanan Berkurang

Jika membayangkan ketika Indonesia bebas dari sampah makanan, atau paling tidak angka persentasinya berkurang. Maka, udara di setiap waktunya akan seperti pada pagi hari yang segar. Meski tidak begitu sejuk untuk di beberapa daerah yang dekat dengan laut. Tetapi setidaknya udara pagi akan terasa berbeda kesegarannya. Karena Terbebas dari sampah.
Jalan Braga Bandung di Pagi Hari
Jalan Braga Bandung di Pagi Hari (pinterest)
Jika Aroma sampah sudah tidak lagi menyengat, udara akan seperti tercium wangi aroma lain yang masuk melalui alat pernapasan manusia dan masuk dengan lancarnya. Meskipun beberapa orang ada yang mengalami gejala hidung tersumbar, nampaknya jika aromanya halus nan segar, mungkin akan langsung tiba-tiba sembuh.

Kita juga sering membayangkan udara yang segar tanpa gunungan sampah, ditambah dengan penglihatan yang asri alami menghadap ke pepohonan atau sungai jernih, atau pantai, atau juga di depannya ada sang kekasih yang menatap diri kita. Maka, itu akan menambah kesegaran tanpa harus membeli aroma pengharum ruangan dan sejenisnya.

Ditambah lagi, jika gaya hidup yang konsumtif terhadap makanan kita sudah bisa diubah ke arah yang efektif tadi, dan itu dilakukan oleh semua elemen masyarakat. Maka, mungkin juga kehidupan kita akan lebih berkualitas. Kelembutan hati akan semakin terasa lebih dalam, teratur dan santai.

Orang-orang sudah terbiasa dengan hidup sehat, tidak membuang sampah sembarangan, tong tong sampah di sepanjang jalan keramaian sudah terpasang rapi dan tertata, lengkap dengan penanda warna dan penamaan kategori jenis sampah. Di sudut-sudut taman tidak ada lagi sampah-sampah dari plastik jajanan, lalu di langit Indonesia begitu biru dan bersih. Awan-awan menggumpal putih, dan sekawanan burung-burung tampak riang berterbangan. Sungguh indah kan?

Nah, dengan membayangkannya pun sudah sangat indah. Apalagi jika suasana dan pola kehidupannya sudah nyata diterapkan. (*)


Referensi
  1. Undang-undang RI No. 18 Tahun 2008 (kkp.go.id)
  2. Data Sampah Makanan (kontan.co.id)
*Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Gaya Hidup Minim Sampah Makanan yang diselenggarakan oleh Bandung Food Smart City #foodwaste #bandungfoodsmartcity #ambilmakanhabiskan 

Berlangganan update artikel terbaru via email:

6 Responses to "Makan Hati, Sampah Makanan Makin Meninggi, Coba Lakukan Ini"

  1. tulisan nya bagus merespon berbagai penyakit kebiasaan masyarakat yakni terkait membuang sampah masyarakat. dan memang perlu ketegasan dari pemerintah terkait pelaksanaan aturannya dan masyarakat sadar akan kebersihan lingkungan untuk kebaikan bersama. makasih kang ican sudah menyadarkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya. benar. maka dari itu, jika pemerintah memang benar-benar tengah gencar. kuy! kita dukung saja. Tentunya biar lebih elegan tindakan untuk membuat Indonesia ini minim dari food waste, ya minimal share saja tulisan ini. :) Terima kasih

      Hapus
  2. Terima kasih..sangat menginspirasi dan bermanfaat..Smoga kita kian sadar dengan pola hidup yang benar, sehat, dan teratur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dan lentur dari kebiasaan gaya hidup minim food waste. thank Mia

      Hapus

tulis komentar anda yang paling keren di sini

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel